MENGGAGAS PECALANG DI IBUKOTA DKI JAKARTA
MENGGAGAS PECALANG DI
IBUKOTA DKI JAKARTA
Oleh
NOOR FAJAR ASA
Tidak terasa bulan ramadhan telah
membius siapa saja yang dilewatinya. Ada banyak cerita dan pengalaman dari
setiap orang tidak terkecuali saya. Ibukota DKI Jakarta telah memberikan
inspirasi cerita dan di catatan ini saya ingin berbagi tentang suasana Ibukota
yang sangat bising di masjid yang selama malam ramadhan menjadi tempat saya dan
sahabat-sahabat saya menunaikan shalat tarawih di sana. Ada 3 masjid yang
hari-hari ini menjadi langganan kami. Masjid pertama adalah masjid yang
berseberangan dengan rumah sakit Persahabatan , nama masjidnya adalah Masjid
Muhammadiyah Assudairi Rawamangun, Shalat isya , kebisingan kendaraan menjadi
santapan utama. Suara klakson "tinn...tinnn", ada yang "tut...tut.."
bahkan suara musik sepeda motor anak muda yang sudah di modifikasi nyaring tapi
pecah sudah menjadi menu ketika sedang shalat. Posisi masjid yang berada persis
di perempatan jalan menjadikan utama di Jantungnya Rawamangun , selalu
kewalahan melayani tempat untuk para jama'ah .Masjid kedua adalah Masjid Ar
Rahman Muhammadiyah Jl Balaipustaka yg kira kira jaraknya hanya 2 km dari
Masjid Assudairi , dengan kondisi yang sama yaitu bising dengan lalu lintas
.Para Pengendara tidak peduli dengan orang di sekitarnya yang sedang khusyu'
menjalankan ibadah shalat tarawih dengan membunyikan klakson mobil yang
memekakkan telinga. Bahkan istilah klakson mobil di jalan umum Jakarta seperti
terompet perang itu sudah biasa. Kadang terdengar menjengkelkan tapi juga kadang
bisa menjadi hiburan tersendiri dan malah ikut-ikutan mereka. Apalagi kalau
terjadi insiden mobil keserempet oleh mobil lain. Mereka akan berhenti
sembarangan di tengah jalan dan adu mulut pun tidak bisa terhindarkan. Yang
shalat biarlah shalat dan yang bertengkar terus asyik dengan nada suara
tingginya.
Masjid Ketiga adalah Masjid Al Huda
di Komplek ex Departemen Dalam Negeri Pisangan Timur Jakarta Timur tempat saya
tinggal bersama keluarga , Apakah di Masjid tersebut jamaah lepas dari
kebisingan lalu lintas karena Masjid berada di dalam Komplek Perumahan ? , ternyata TIDAK . Berdasarkan penglihatan
saya, jumlah anak-anak yang ikut nimbrung sholat tarawih jauh lebih banyak dari
para ibu-ibu . Nah, akibatnya adalah...saya bagaikan tarawih di taman kanak-kanak.
Luar biasa berisik!! bahkan suara imam pun nyaris tak terdengar.Rupanya para
jama'ah harus ekstra sabar dengan kebisingan yang setiap hari datang. Kalau
kupikir, namanya juga anak-anak. Namun, bukan hanya soal kebisingan saja, tapi
banyak anak-anak yang mondar-mandir di depan orang yang sedang sholat *maklum
anak-anak*. Hal ini menyebabkan konsentrasi para jama'ah agak sedikit buyar
donk, takutnya nanti ada anak-anak yang jatuh.Pernah suatu malam saat tarawih,
ada anak kecil yang tak pernah bosan dan tak kenal lelah mondar-mandir
kejar-kejaran dengan teman mainnya melewati kami yang sedang sholat. Tiba-tiba
anak itu terjatuh karena bertabrakan dengan teman mainnya. Seketika itu ada
seorang ibu secara reflek berkata "Astagfirullah" *udah selesai sholat*.
Saya sendiri memang agak sedikit
jengkel karena sudah bising, sajadah diinjek-injek, pada lari-larian dll. Tapi
harus kembali berkata "namanya juga anak-anak". Kalau begini sih yang
harus turun tangan ya orang tua si anak. Sang imam pun setiap hari selalu
bicara "anak-anak jangan ribut ya", tapi tetep ajaaaa ributnya
melebihi pasar kaget. , di tambah anak anak yang pasang petasan DAAAR DEEER
DOOOR di jalanan di depan Masjid
Lalu Saya teringat ketika saya
beberapa kali mampir di Pulau Bali , Pernah juga pada Ramadhan beberapa tahun
yang lalu , saya menghabiskan ramadhan di Pulau Bali.Saya melihat betapa
Khidmat dan Khusuknyanya ketika Masyarakat bali jika beribadah .lalu pikiran
saya terfokus dengan sekelompok orang yang di namakan pecalang . Pecalang kadang
disebut sebagai polisi adat Bali. Ya
pekerjaannya mirip-miriplah seperi polisi, juga mirip satpam juga . Pada
dasarnya pecalang tersebut bertugas untuk menjaga ketertiban, kelancaran dalam
suatu upacara adat dan keAgamaan Hindu Bali khususnya.
. Pecalang
berasal dari kata ”calang” dan menurut theologinya diambil dari kata ”celang”
yang dapat diartikan waspada. Dari sini dapat kita artikan secara bebas, ”Pecalang”
adalah seseorang yang ditugaskan untuk mengawasi keamanan desa adatnya.
Ibaratnya sebagai petugas keamanan desa adat. Pecalang
telah terbukti ampuh mengamankan jalannya upacara-upacara yang berlangsung di
desa adatnya, bahkan secara luas mampu mengamankan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan khalayak ramai. Pecalang ditunjuk sesuai
dengan kata ’celang’ agar mereka mampu bersikap waspada, hati-hati dalam
bertindak agar keamanan dan kenyamanan desa adat terjaga, secara luas dapat
memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman kepada masyarakat dalam
melaksanakan Ibadah .
Bisakah Model Pecalang di terapkan
di Ibukota DKI Jakarta dalam Rangka menjaga Tata tertib ? .TENTU BISA dan tentu saja bukan saja
kegiatan keagamaan untuk Umat Islam saja tapi juga untuk Umat beragama
lainnya.Bagaimana peran polisi dalam hal ini ? pihak Kepolisian sudah terlalu
banyak urusan yang menjadi tanggungjawabnya , maka peran serta masyarakatlah
yang harus kita dorong dan salah satu elemen masyarakat Ibukota yang sesuai
dengan Pecalang di Bali adalah memaksimalkan FKDM .
Kepanjangan FKDM adalah Forum
Kewaspadaan Dini Masyarakat . FKDM mempunyai peran yang sangat penting dalam
membantu tugas-tugas pemerintah, khususnya dalam mengantisipasi kemungkinan
adanya ancaman dan gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Dasar Hukum FKDM adalah Permendagri No 12
Tahun 2006 Tentang Kewaspadaan Dini di Daerah, dan Pergub DKI Jakarta 44 tahun 2014 atas Perubahan Kedua sesuai
Pergub DKI Jakarta No. 110 tahun 2008 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Deteksi
Dini .Dalam forum ini diharapkan dapat digunakan sebagai ajang pembenahan dan
koreksi, sehingga kedepan keberadaan FKDM semakin berperan dan berfungsi dalam
mengantisipasi potensi gangguan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
masyarakat.itu dalam forum tersebuti diharapkan dapat digunakan sebagai ajang
pembenahan dan koreksi, sehingga kedepan keberadaan FKDM di Ibukota DKI
Jakarta semakin berperan dan berfungsi
dalam mengantisipasi potensi gangguan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
masyarakat termasuk menjaga ke khusukan Umat beragama yang sedang menjalankan
Ibadahnya .
Komentar
Posting Komentar